Taman Wisata Alam Gunung Meja

Adalah kawasan pelestarian alam yang berlokasi di Kota Manokwari. TWA ini memiliki fungsi utama untuk pariwisata dan rekreasi alam, perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan keunikan alam. Nama “Gunung Meja” ini mengingatkan kita pada Table Mountain di Afrika Selatan dan Gunung Meja di NTT . Persamaannya, ada bagian dari puncak TWA Gunung Meja di Manokwari yang terlihat datar dari jauh. Bagian datar ini merupakan pucuk-pucuk pohon yang memiliki kerapatan dan ketinggian yang sama sehingga terlihat seperti sebuah meja. Perbedaannya, Gunung Meja yang berada di Afrika Selatan dan NTT adalah gunung dibandingkan yang berada di Manokwari yang lebih pantas di sebut bukit. Selain itu, bentuk meja didapatkan dari batuan padat bukan kumpulan pohon seperti yang ada di TWA Gunung Meja di Manokwari.

Secara geografis hutan TWA Gunung Meja terletak antara koordinat 1340 04 30 -1340 05 32 Bujur Timur dan 00 5025 - 00 55 Lintang Selatan (copy koordinat berikut dan letakkan di penanda google earth anda untuk mengetahui lokasi persisnya : 051′44.92″S (lintang) dan 134 4′58.80″T (bujur) .

Posisi TWA Gunung Meja di Papua Barat (courtesy of Google Earth)

Pepohonan TWA Gunung Meja di balik Kota Manokwari

Pintu Masuk TWA Gunung Meja Manokwari

TWA Gunung Meja berada di Distrik Manokwari Barat . Untuk menjangkaunya tidak susah karena banyak jalur yang dapat ditempuh selain melewati Jalan Brawijaya seperti yang kami lakukan. Jalanan yang sedikit menanjak sebelum mencapai pintu gerbang TWA cukup merepotkan untuk kendaraan bermotor. Namun, pemandangan Kota Manokwari dan Teluk Doreri yang menyembul di sela-sela pepohonan tidak akan membuat kami keberatan dengan ojek yang berjalan pelan.

Sebelum memutuskan untuk hiking, kami sudah membaca beberapa informasi menarik yang berkaitan dengan hutan dataran rendah ini. Dalam situs Balai Penelitian Kehutanan Manokwari disebutkan bahwa kawasan wisata ini memiliki luas 460,25 Ha dan memiliki flora dan fauna yang bermacam-macam. Wilayah ini juga unik terutama struktur geologi dan dengan kepadatan vegetasi hutannya serta letaknya yang dekat dengan kota maka hutan ini disebut juga sebagai hutan Lindung Hidro-orologis (pengatur tata air).

Informasi lain yang kami harapkan adalah melalui Pusat Informasi yang berada persis di sebelah pintu gerbang kawasan hutan. Sayangnya, rumah kayu yang dijadikan Pusat Informasi oleh Balai Penelitian Kehutanan Manokwari tersebut tidak berpenghuni. Pintu dan jendela terkunci. Sehari sebelumnya kami juga sempat melewati jalan menuju lokasi dan kondisinya sama, terkunci. Sebaiknya, Balai Penelitian Kehutanan memperhatikan intensitas pengunjung yang datang pada hari libur sehingga dapat mempersiapkan personilnya di tempat tersebut.

Pusat Informasi TWA Gunung Meja Manokwari

Hal ini cukup beralasan dikarenakan kawasan ini memiliki topografi yang bervariasi. Mulai dari datar hingga bergelombang ringan sampai berat, pada beberapa daerah tertentu dijumpai jurang yang terjal dan lereng yang tajam. Kami tentu saja tidak ingin mengambil resiko untuk mengambil jalur-jalur yang dapat mencelakakan kami karena kekurangan informasi sehingga kami memutuskan untuk memilih jalan besar yang paling sering dilalui oleh pengunjung.

Jalan menuju dalam kawasan hutan bukan jalan setapak tanah atau bebatuan. Jalannya cukup lebar kira-kira 2,5 sampai 3 meter dengan jenis lapisan penetrasi. Tetumbuhan hijau semak, perdu, dan paku mengantar kami masuk ke dalam hutan menuju tumbuhan berkayu yang menutup langit-langit hutan ini. Dedaunan yang jatuh menutupi sebagian jalan dan membentuk gundukan di beberapa tempat. Udara segar dan aroma tanah di pagi hari memenuhi ruang pernafasan kami. Berjalan-jalan seperti ini sudah lama tidak aku lakukan, terakhir kali beberapa bulan yang saat masih di Surabaya , mengunjungi Kebun Teh di Lawang, Kabupaten Malang.

Dingin menerpa kami. Wajar saja, daerah wisata ini memang cukup lembab dengan hanya sedikit sinar matahari yang mampu mencapai tanah, mungkin hanya kurang 10 persennya saja. Di beberapa titik, sinar matahari yang menerobos masuk di sela-sela dedaunan menciptakan bayang-bayang karena dedaunan yang bergoyang. Sedikit gelap memang tetapi tidak menyurutkan langkah kami menembus masuk ke dalamnya.

Sedikit cahaya di TWA Gunung Meja Manokwari

Sedikit cahaya

Mata kami dimanjakan flora hutan tropis yang memang beragam dan memiliki bentuk unik. Taman Wisata ini dipercaya memiliki ratusan jenis pohon, berpuluh-puluh jenis perdu, semak, liana dan paku serta tanaman herba. Selain itu belasan jenis anggrek dan beberapa jenis palem dan rotan juga hidup di sini.

Jenis liana, perdu dan paku di TWA Gunung Meja

Jalan yang sedikit curam di awal ternyata semakin ke atas semakin landai saja dan cenderung datar. Mata kami terus menatap langit-langit hutan yang bermotif ranting dan dedaunan pepohonan berkayu. Beberapa di antara kami kenal karena memang pohon berbuah lazim yang kita makan seperti Matoa dan Durian. Selebihnya pohon yang berbatang lurus dan tinggi yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuatan kerangka rumah atau pondok atau juga pagar kebun. Ukuran batang pohon tersebut besar dan mungkin sudah berumur puluhan tahun atau bahkan ratusan. Beberapa batang pohon yang kami lihat memiliki tekstur kulit yang unik dan menarik. Kami melihat banyak bibit yang memiliki sayap bening terserak di jalan. Jenis-jenis tumbuhan tertentu yang bijinya yang memiliki sayap atau alat melayang yang lain misalnya adalah biji bayur (Pterospermum), mahoni (Swietenia), atau tusam (Pinus) . Pemencaran oleh angin ini disebut anemokori.

Pohon-pohon besar di TWA Gunung Meja Manokwari

Pohon-pohon besar di TWA Gunung Meja Manokwari

Pohon-pohon besar di TWA Gunung Meja Manokwari

Biji pohon berbentuk sayap

Selain berfungsi sebagai pengatur tata air dan paru-paru kota, flora di hutan ini menjadi tempat berkembang biak hewan-hewan endemik Papua. Selama perjalanan kami mendengar kicau burung yang berbeda. Ada yang terdengar seperti burung hantu ada yang seperti burung pekicau ada yang bersuara besar yang bersahut-sahutan. Suasana yang begitu harmoni dengan hijau hutan yang memeluk kami. Di hutan ini menurut informasi berpuluh jenis burung , belasan jenis kuskus dan kupu-kupu serta beberapa jenis kadal, katak dan ular menjadi penghuni tetap. Sayangnya hanya beberapa saja yang dapat kita lihat melalui jalur umum yang dilalui pengunjung di TWA ini. Beberapa serangga dan kupu-kupu memang terlihat di semak-semak namun untuk mamalia dan burung mungkin diperlukan pengamatan tersendiri . Ada beberapa jalur lain yang terlihat tidak dilalui banyak orang, mungkin melalui jalur ini akan kita ketemukan beberapa satwa yang berkembangbiak di dalam hutan. Atas dasar pertimbangan keselamatan, kami akan mencoba jalur-jalur lain dalam TWA ini lain waktu dengan bekal informasi yang lebih baik.

Kupu-kupu dan capung di TWA Gunung Meja

Beberapa serangga yang kami lihat berukuran agak besar. Hewan kaki seribu (milipede) seukuran jempol orang dewasa kerap dijumpai disini. Warnanya coklat tua yang mengkilap. Jika kaki seribu tadi berada di atas daun kering dia akan terlihat jelas , lain hal jika di atas tanah maka dia akan tersembunyi. Apabila disentuh dia akan menggulung tubuhnya dan melindungi kakinya dalam lipatan buku kulit luar. Beberapa jenis kaki seribu ada juga yang memancarkan zat beracun berupa hydrogen sianida melalui pori-pori di sepanjang sisi tubuh. Zat ini mampu membakar eksoskeleton dari serangga kecil pengganggu seperti semut.

Kaki Seribu di TWA Gunung Meja Manokwari

Kaki seribu di TWA Gunung Meja Manokwari

Laba-laba juga menghiasi hutan dengan jaringnya. Kami harus berhati-hati, karena ada beberapa laba-laba membangun sarang melintang di tengah jalan. Salah satu yang cukup besar adalah berkaki panjang dengan bintik hitam, kuning , dan putih. Seperti yang kami lihat bisa jadi ini adalah jenis Nephila Philipes (Family Nephilidae) salah satu spesies dari Golden Orb Web Spider. Jenis ini banyak ditemukan di Papua dan Papua Nugini serta Australia. Laba-laba betina dapat tumbuh besar mencapai 30-50mm, sementara pejantan hanya 5-6mm. Jenis ini membangun sarang paling besar di antara jenis Golden Orb Web Spider. Sutra yang dikeluarkan oleh laba-laba ini berwarna keemasan yang membuat jenis ini disebut dengan namanya sekarang.

Laba-laba di TWA Gunung Meja Manokwari

Beberapa spesies laba-laba dikenal berbahaya. Akan tetapi untuk jenis Nephila bahkan dikenal bisa dikonsumsi dan sarangnya bermanfaat bagi beberapa kelompok masyarakat di Papua Nugini seperti di Distrik Lufa yang memakan laba-laba ini. Sedangkan orang-orang Kitava di Teluk Milne menggunakan sarangnya untuk menarik perhatian ikan ekor hidung panjang (long nosed fish).

Laba-laba di TWA Gunung Meja Manokwari

Pelbagai flora dan fauna di TWA ini merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling mendukung. Jika mata rantai terputus maka dapat membahayakan spesies di dalam hutan. Kami masih menemukan sampah di beberapa sudut serta beberapa pohon yang mungkin pernah diambil manfaatnya untuk kepentingan manusia. Beberapa palang peringatan terpasang di beberapa tempat, menempel di pohon dengan harapan TWA ini dapat dihindarkan dari pembalakan liar. Kearifan lokal, menjaga hutan sebagai bagian dari kehidupan komunitas manusia seharusnya menjadi prioritas dalam mengelola konservasi hutan seperti TWA ini dari serangan luasnya penggunaan hutan sebagai industri kelapa sawit dan bahan bakar biogas.

Stop pembalakan hutan!

Jalur umum yang kami tempuh membutuhkan waktu 2 jam lebih perjalanan termasuk melakukan aktifitas pengambilan gambar. Di ujung jalan pintu keluar , perumahan penduduk permanen mengepung TWA. Selama menyusuri jalur umum kami menemukan sekurang-kurangnya sepuluh jalan setapak lain yang dapat menjadi pilihan untuk melakukan petualangan di kemudian hari. Taman Wisata Gunung Meja juga memiliki situs peninggalan Perang Dunia ke II yang belum kami temui dan juga wisata gua serta mata air yang kabarnya jumlahnya belasan. Kami tentu tertarik untuk menemukan flora dan fauna yang berbeda serta melakukan caving dan bird watching di tempat wisata yang sama.

Hari semakin beranjak naik. Kami memutuskan untuk melakukan kembali pendakian di perjalanan berikutnya. Perjalanan hiking di TWA ini cukup menghibur. Menjaga hutan tropis bukan saja menjaga nafas kita untuk tetap mendapatkan suplai oksigen, namun lebih jauh lagi bahwa generasi di masa depan yakni anak dan cucu kita berhak memiliki kesempatan yang sama menikmati bumi sebagaimana kita menikmatinya. Mari kita lindungi bersama kekayaan yang tak ternilai ini.

***
(Pictures are courtesy of Sazano and Rony Mahardiani /Renthousemate)
Sumber : http://patheticproject.blogdetik.com/tag/taman-wisata-alam-gunung-meja-manokwari