RUMAH KAKI SERIBU


Rumah ini biasanya dibangun oleh suku Arfak. Dengan desain yang jarang dan unik, tipe rumah ini memiliki tiang sebagai penyangga. Karena alasan ini maka rumah ini disebuh Rumah Kaki Seribu (House with one thousand feet). Dindingnya terbuat dari kayu bark dan atapnya terbuat dari rumbia atau rumbut. Rumah ini dapat ditemukan di daerah terpencil seperti Kebar dan Anggi, komunitas terbesar di Manokwari. Nama asli dari rumah jenis ini adalah Mod Aki Aksa atau Igkojei. Pada perjalanan kami kei gunung Meja, kampung Kwau, kami menemui rumah-rumah jenis ini di sepanjang jalan hingga di basecamp. Berbeda dengan rumah panggung yang memiliki tiang-tiang utama di bagian sudut sebagai penyangga, Rumah Kaki Seribu bertumpu diatas tiang-tiang kayu yang jumlahnya sangat banyak. Itulah sebabnya rumah ini dinamakan Rumah Kaki Seribu.


Bangunan rumah ini rata-rata berukuran 8×6 meter dengan tinggi atap sekitar 4 hingga 5 meter. Tiang-tiang kayu penyangga rumah diambil dari kayu hutan dengan diameter sekitar 10 cm dan disusun dengan jarak antar tiang kurang lebih 30 cm. Lantai dan dinding dibuat dari kulit kayu yang dipipihkan dengan cara dipukul-pukul kemudian dikeringkan dan disusun sangat rapat satu dengan yang lain. Atapnya dibuat dari ilalang yang diikat pada rangka atap. Semua sambungan pada tiang-tiang penyangga, dinding, atap dan lainnya menggunakan tali rotan atau tali dari kulit kayu. Desain rumah ini juga tahan gempa, mengingat seluruh konstruksinya menggunakan kayu.



Tidak ada jendela satu pun pada Rumah Kaki Seribu. Hanya ada pintu depan dan pintu belakang yang terletak pada satu garis lurus. Tinggi rumah pun bervariasi. Semakin masuk ke pedalaman rumah akan semakin tinggi, bisa mencapai hingga 4 meter seperti rumah keluarga Hans Mandacan di tempat kami bermalam. Sebaliknya di daerah pesisir tinggu rumah hanya sekitar 1,5 meter. Ada dua versi mengenai mengapa model Rumah Kaki Seribu dibuat seperti ini dan mengapa dibangun diatas tiang tinggi. Versi pertama adalah untuk mencegah serangan hewan buas dan udara dingin, sedangkan versi kedua adalah untuk menjaga diri dari serangan musuh. Konon masyarakat Arfak sering bertikai, sehingga semakin tinggi rumahnya mereka akan semakin merasa aman. Pintu yang berada pada satu garis lurus pun dimaksudkan agar bisa mengawasi kedua pintu sekaligus pada saat yang bersamaan.

Kami menemukan kenyamanan dan keindahan pada konstruksi rumah ini. Desain yang telah dipertahankan sejak jaman leluhur dan diwariskan turun-temurun ini membawa nostalgia sejarah ketika melihatnya.


Rumah Kaki Seribu, begitulah sekiranya sebutan masyarakat suk Arfak pada rumah adat kaki seribu yang menjadi kebanggaan masyarakat yang tinggal di kaki pegunungan Arfak Manokwari, Papua Barat ini. Sekilas memang telihat sangat sederhana, namun kenyamanan dan ciri khas itu terasa manakala telah berada dalam masyarakat suku Arfak ini. Rumah adat panggung ini bukan hanya memiliki penmyangga besar yang pada umumnmya terletak hanya dibagian sudut sudut rumahnya, namun begitu banyak kaki sebagai penyangga dari kayu-kayu pohon yang berukuran kecil pun tertancap dengan kokoh menopang rumah kaki seribu selain keempat penyangga besar inti.


Keakraban pun terlihat dari masyarakat papua terutama suku arfak dalam membangun maupun hidup berdampingan dalam masyarakat dengan prinsip kembali ke alam. Masyarakat bukan menutup diri dari perkembangan peradaban yang telah begitu pesat di daerah kota dari kabupaten Manokwari sendiri, melainkan mereka mampu memfilter budaya yang masuk kedalam lingkungan suku mereka dengan tetap mempertahankan kebersamaan yang bisa dicerminkan dengan masih dipertahankannya pelaksanaan upacara-upacara adat pada setiap event di masyarakat. Begitulah salah satu hal yang menunjukkan makna kenusantaraan bukan hanya dari segi bangunan, namun bagaimana masyarakat mampu mengolah bentuk bangunan dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai budaya atau nilai-nilai leluhur yang telah lebih dahulu ada dipadukan dengan dukungan dari alam sekitar mereka tinggal.

Sumber : Dari berbagai sumber.