Suku Asmat

Suku Asmat hidup di daerah terpencil di pantai barat laut sekitar Agats. Mereka terkenal dengan kerajinan pahatan “primitive” dari kayu. Peradaban modern, baru akhir-akhir ini masuk ke daerah mereka. Di Agats terdapat sebuah museum yang dipenuhi dengan kerajinan-kerajinan pahatan kayu dan benda-benda lainnya. Meskipun sebagian besar masih bersifat alami, di akhir tahun 1960an masyarakat Asmat mendapatkan bantuan dari badan dunia PBB untuk mempertahankan keberadaan seni patung mereka. 

Daratan yang dihuni oleh suku Asmat terletak di pantai selatan Papua. Luas daerah ini sekitar 10.000 mil persegi dan umumnya terdiri dari rawa dan hutan bakau.


Patung-patung nenek moyang secara tradisional dibuat hanya pada festival memperingati Fumer-ipits. Mereka mengenakan pakaian yang unik. Atas permintaan turis, kebiasaan ini mengalami perubahan. Sebelumnya, setelah festival, patung dibuang ke dalam hutan dekat sepohon sagu karena dipercaya bahwa seiring dengan hancurnya patung kayu tersebut, kekuatan dari nenek moyang berpindah ke pohon sagu. Pahatan nenek moyang yang lain dibuat sebagai elemen-elemen pada pahatan yang besar, seperti perahu, paddle dan tiang-tiang.


Secara tradisional pelindung dipahat sebelum serangan balasan pemburu-kepala, dimana hal ini diorganisir untuk membalas kematian nenek moyang yang namanya digunakan sebagai nama masing-masing pelindung. Sebuah pelindung selalu mewakili seorang nenek moyang. 


Nama yang digunakan dan roh dari nenek moyang dipercaya hadir di dalam pelindung tersebut dan membuat pemiliknya menjadi garang, kuat dan tidak terkalahkan. Karena kekuatan dari pelindung tersebut, membuat pelindung tersebut bisa mengendalikan pemiliknya. Pelindung juga menjadi tempat meminta pertolongan spiritual bagi pemiliknya untuk kegiatan berburu hewan untuk makanan sehari-hari.


Pelindung dipahat dari sebatang akar pohon bakau - akar dibentuk dengan tebal setengah inci, kecuali untuk bagian yang menonjol disisi kiri yang digunakan sebagai pegangan. Bagian depan pelindung dipahat membentuk relief yang tinggi yang berbentuk tusk atau tulang babi hutan, serigala terbang, ekor kanguru pohon, atau pusaran air. Beberapa simbol dipercaya memiliki kekuatan, dimana dengan melihat simbol-simbol tersebut, musuh akan kabur karena ketakutan. Akan tetapi simbol-simbol tersebut memerlukan ritual. Suatu hidangan special, yamas pokumbu dilakukan untuk memanggil roh leluhur untuk masuk ke dalam pelindung perang tersebut.